Sudah pukul 07.15, Sri
masih berharap-harap cemas di depan sebuah ruangan di Rumah Sakit Harapan. Hari
ini seharusnya ia masuk sekolah dan mengikuti kegiatan belajar mengajar seperti
biasanya. Namun, saat ini Sri belum juga tiba di sekolah. Setelah seorang
Dokter keluar dan mengatakan bahwa anak kecil itu sudah ditangani dan sudah
sadar, Sri masuk ke dalam ruangan tersebut dan menanyai hal-hal kecil kepada
anak tersebut.
‘’Adik, siapa nama kamu?’’
tanya Sri.
‘’Nama saya Fatimah,
Kak,’’ jawab anak kecil itu.
‘’Dimana rumahmu dan
dimana kamu bersekolah?’’ tanya Sri kepada anak kecil yang masih mengenakan
seragam merah putih itu.
‘’Rumah saya di Jalan
Mawar nomor 22, saya bersekolah di SD Bangkit, Kak’’ jawab anak tersebut.
‘’Baiklah, tunggu
disini dan jangan pergi kemana-mana ya, Dik. Kakak akan kembali beberapa waktu
lagi. Kakak harus ke sekolah untuk meminta izin kepada guru kakak,’’ kata Sri.
‘’Iya, Kak. Sebelumnya
saya berterimakasihkepada kakak karena sudah menolong saya,’’ jawab anak itu
dengan sopan.
Waktu sudah menunjukkan
pukul 07.30 ketika Sri memijakkan kakinya di depan gerbang sekolahnya. Ia segera
berlari menuju kelasnya yang tidak jauh dari gerbang itu. Saat ia tiba di depan
pintu kelasnya, ia hanya mematung, nafasnya terengah-engah, dan semua mata di
ruangan itu menatap Sri dengan heran.
Pagi itu, memang tidak
seperti biasanya Sri datang terlambat. Bercak-bercak darah di bajunya masih
kelihatan jelas. Ibu Ani yang sedang mengajar lalu menghampiri siswinya yang
bingung hendak mengatakan apa. Ibu Ani pun mulai bertanya kepada Sri.
‘’Ada apa, Sri? Mengapa
kamu terlambat dan mengapa seragammu penuh bercak darah?’’ tanya Ibu Ani.
Lama Sri terdiam, ia
bingung hendak bagaimana berkata-kata, ia takut karena hari ini pertama kalinya
ia datang terlambat ke sekolah.
‘’Ma..maaf, Bu. Saya
baru saja pulang dari RS Harapan. Tadi saat saya berangkat sekolah, saat hendak
menyeberang jalan saya melihat seorang anak kecil tertabrak motor dan motor itu
pergi begitu saja. Akhirnya saya membawa anak itu ke rumah sakit. Maaf sekali,
Bu karena hari ini saya datang terlambat,’’ jawab Sri dengan menunduk.
‘’Benarkah itu, Nak? Lalu
bagaimana keadaan anak itu?’’ tanya Ibu Ani.
‘’Iya, Bu. Anak
tersebut sudah sadar, hanya terluka sedikit dibagian kepalanya. Saat saya
tanya, namanya Fatimah dan rumahnya berada di Jalan Mawar nomor 22, dia hendak
menuju sekolahnya di SD Bangkit,’’ jawab Sri.
‘’Itu kan alamat rumah
kamu, Ran,’’ celetuk seorang siswi di dalam kelas tersebut berkata kepada temannya
yang lain.
‘’Hah, apa?’’ tanya
seorang siswi bernama Rani yang sejak tadi sibuk mencatat sehingga tidak
memperhatikan percakapan tersebut.
‘’Jalan Mawar nomor 22
itu rumah kamu bukan?’’ tanya siswi bernama Karin.
‘’Iya, ada apa?’’ jawab
Rani santai.
‘’Apakah kamu mempunyai
adik bernama Fatimah, Ran?’’ tanya Sri.
‘’Iya, dia adikku.
Kelas 5 di SD Bangkit. Kenapa sih?’’ Rani penasaran.
‘’Astaga, Rani. Anak
kecil yang aku tolong itu adik kamu? Tadi dia tertabrak motor di Jalan
Siliwangi,’’ jawab Sri.
‘’Apa katamu? Dimana
dia sekarang?’’ tanya Rani, matanya berkaca-kaca mendengar ucapan Sri.
‘’Dia ada di RS
Harapan,’’ jawab Sri.
‘’Antarkan aku kesana
sekarang Sri!’’ kata Rani sambil menghampiri Sri.
Setelah meminta izin
dengan Ibu Ani, Sri dan Rani menuju ke RS Harapan dimana adik Rani dirawat.
Mereka berangkat dengan menaiki angkutan umum. Sepanjang perjalanan Rani
menangis mengkhawatirkan keadaan adiknya. Berulang kali Sri mencoba menenangkan
Rani dan mengatakan bahwa adiknya baik-baik saja. Akhirnya mereka bergegas
menuju ruangan dimana Fatimah dirawat. Saat tiba disana, seorang suster tengah
menyuapi Fatimah. Fatimah tersenyum ketika melihat kakaknya datang.
‘’Kakak !’’
kata Fatimah.
‘’Fatimah, apakah kamu
baik-baik saja, adikku?’’ tanya Rani sambil memeluk Fatimah.
‘’Aku baik-baik saja,
Kak. Tadi kakak ini menolongku dan membawaku kesini. Apakah dia teman kakak?’’
kata Fatimah.
‘’Iya, dia teman
sekelas kakak, Dik,’’ jawab Rani.
‘’Dia sangat baik, Kak.
Dia yang menolongku,’’ jawab Fatimah.
‘’Terimakasih karena
sudah menolong adikku, Sri. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi bila kamu
tidak menolong adikku,’’ kata Rani kepada Sri.
‘’Iya, Ran, sama-sama.
Sebagai sesama muslim kita kan harus saling tolong menolong,’’ jawab Sri sambil
tersenyum.
‘’Kamu memang orang
yang baik, Sri,’’ kata Rani.
‘’Rani, bolehkah aku
berkata sesuatu pada adikmu?’’ tanya Sri.
‘’Oh, silakan, Sri,’’
jawab Rani.
‘’Adik, lain kali kamu
harus lebih berhati-hati saat menyeberang jalan. Kendaraan bermotor sekarang
ini sangat banyak dan mereka sering tidak menepati peraturan berkendara. Oleh
karena itu, berhati-hatilah. Ketika kamu hendak menyeberang, pertama kali
carilah zebra cross, perhatikan kanan
dan kiri, apakah ada kendaraan atau tidak, lau pastikan kalau memang jalanan
itu sepi, kemudian menyeberanglah secara hati-hati, jangan melamun. Ingat ya,
hati-hati ketika menyeberang,’’ nasihat Sri kepada Fatimah.
‘’Iya, Dik, kamu harus
lebih berhati-hati lagi, minta tolonglah pada orang lain untuk menyeberangkan
kamu kalau jalanan itu ramai,’’ tambah Rani.
‘’Iya, Kak. Fatimah
akan lebih hati-hati lagi. Sekali lagi terimakasih untuk Kak Sri karena sudah
menolong saya,’’ kata Fatimah.
‘’Sama-sama, Dik,’’
jawab Sri.
Semenjak kejadian itu,
baik Sri, Rani, maupun Fatimah mendapat pelajaran baru untuk lebih berhati-hati
lagi ketika hendak menyeberang jalan. Saat ini banyak sekali kendaraan
bermotor. Banyak pula pengendara yang tidak mematuhi peraturan dan tidak
bertanggungjawab.